Oleh Dedi Irawan Siswa MTs Wahid Hasyim Yogyakarta
Aku duduk melamun di pojokan asrama. Melihat kearah luar jendela. Daun
jambu geguguran terkena tiupan angin sore. Angin sore yang mengisahkan
ingatanku tentang masalaluku. Itu semua tentang bunda. Aku sekarang sedang
mengingat sosoknya yang begitu perhatian denganku.
“Bunda, syifa sudah jadi seperti apa yang bunda inginkan! syifa
sudah jadi hafidzoh bund! iya! syifa sudah jadi hafidzoh! ini akan jadi kado
terindah buat bunda besok! syifa akan senandungkan tilawatil qur’an dihadapanmu
bunda! syifa akan membuatmu bangga dengan senandungku itu! syifa akan turuti
permintaan bunda! syifa akan menjadi orang yang baik!.selalu,’’.
Aku meneteskan air mata kebahagiaan. Air mata impian bunda. Terbayang
dibenakku kenangan yang sangat aku benci. Tentang diriku yang waktu itu melawan
apa yang diiginkan bunda. Waktu itu bunda berkata padaku. “Besok kamu harus
jadi hafidzoh! harus mondok! harus jadi orang yang benar! nggak keluyuran terus!’’.
Waktu itu entah berapa ribu setan yang merasuki tubuhku. Aku melawan bunda. “Nggak
mau! syifa nggak mau mondok! syifa nggak mau pakai tutup kepala! syifa nggak mau
jadi orang aneh seperti bunda! syifa nggak mau!’’. Bentakku waktu itu.
Bunda menangis didepanku, seraya berkata. “Ya Allah nak! Apakah
pernah ibu mengajarimu yang seperti itu!
istigfar nak! istigfar! bunda hanya ingin kamu jadi orang yang benar! jadi
hafidzoh! Itu saja!’’. Ia meninggalkanku waktu itu. Setelah kejadian itu, bunda
lebih banyak diam dan menangis. Aku sungguh tak tega, aku menyerah. Aku
mengikuti perintah bunda. Bunda memelukku dengan eratnya. Berbisik padaku.’’kabulkan
harapan bunda ya nak,’’. Aku mengangguk.
Hari pertamaku sangatlah tidak mengasikan. Aku berada di kelas yang
sangat tidak nyaman. Tiada ac ataupun kipas angin dan apalagi kerudung itu,
serasaku ingin mencopotnya. Namun, seiring berjalanya waktu aku mulai mengerti.
“Oh ini tho yang benar, ini tho yang salah,’’. Aku mengerti.
“Bunda nantikan syifa disana ya! Syifa akan membawa harapan bunda
kembali!,” aku terbawa dalam lamunan-lamunan kecilku. “Ya Allah terima kasih
atas semua yang engkau berikan syifa akan menjadi orang yang berguna! syifa
janji!’’
Keesokan harinya aku sudah bersiap-siap. Semua barang-barangku
sudah aku masukkan dalam koper warna pinkku. Aku berfoto sebagai kenanganku bersama
sahabat-sahabatku dipondok,’’ asih, destina, dhevi, rahma, risa, aini, alfi, akyas,
thalita, farah, semauanya selamat tinggal! moga bisa bertemu lagi!’’. Teriakku
menyudahi hariku di pesantren.
“Kak, gimana kabar bunda?’’. Kakak terdiam, matanya terlihat
berkaca. Entahlah, mungkin ia sedang sedih. Aku terdiam, hanya melihat
kerumunan kendaraan disamping kaca mobilku. Aku terkantuk-kantuk, tertidur.
“Bunda?’’. Bunda menghampiriku dengan jubah yang sangat indah. Sangat-sangat
indah. dia memelukku, berkata.’’Terima kasih ya nak, engkau telah mengabulkan
harapan bunda, terima kasih, bunda bangga padamu, setelah ini bisa jadi
ustadzah,’’. Bunda memelukku dengan sangat eratnya, apakah bunda sebahagia ini?’’
“Syif! bangun kita sudah sampai!’’. Ucap kakak menepuk pipiku.”Mimpi’’.
Ucapku lirih.
“Kak?’’
“Iya,’’
“Kenapa kita kekuburan?’’
“Kakak mau ziarah,’’
Aku terheran-heran dengan apa yang terjadi. Setahuku tiada kerabat yang
dikubur disini. Aku melangkah maju mengikuti kakak. Ia berhenti tepat di depan
sebuah nisan. “Maafkan kakak,’’. Aku melihat nisan tersebut. “Siti Aiysah?’’.
Mataku terbelalak, aku menangis. Deras air mata tak bisa dihindari.
“Bunda!’’ teriakku memeluk nisan tersebut. Aku tak tau dengan semua
ini tapi, ini benar-benar nyata.
“Bunda! syifa kembali.. syifa sudah menjadi seperti apa yang bunda
bilang! syifa sudah jadi hafidzoh bund! ini keinginan bundakan? namun, kenapa
harus seperti ini!’’. Aku makin menangis, hati ini sakit sekali berat.”Bund, syifa
sekarang sudah pakai hijab seperti bunda, sudah jadi anak yang baik bund’’. Aku melirik kearah kakak.”kenapa
kak! kenapa kakak tak beritahu syifa! kenapa? kenapa syifa tak boleh melihat
wajah terakhir bunda?’’. Teriakku meninggi.
“Jawab aku kak! kenapa!’’
“Sebenarnya, bunda waktu itu terkena penyakit jantung kronis, disa..at
terakhir bunda ia berkata pada kakak untuk tidak memberitahukan kepadamu syif! ia
ingin kau fokus pada hafalanmu,’’
“Apa bunda lebih sayang kakak daripada syifa? iya...bunda lebih
sayang kakakkan! setelah kejadian itu, bunda tak lagi perhatian dengan syifa! syifa
dipondokkan sedangkan kakak tidak!’’
“Cukup! apa kau bilang! bunda hanya sayang kakak! itu salah! bunda
itu lebih sayang kamu daripada kakak! semenjak kamu mondok, bunda selalu
memandangi fotomu, murung, diem, kadang tak jarang ia menangis ketika
membersihkan kamarmu! bahkan, bunda menyuruh kakak untuk memberikan kado
spesial ketika kamu sudah jadi hafidzoh! dengan seperti itu, apakah bunda lebih
sayang kakak? tidak!’’
Kakak memelukku. “Sudahlah dek, ikhlasin aja kepergian bunda,biar
ia bisa tenang di alam sana, sekarang senandungkan bacaan al-quranmu di depan
makam bunda ,mungkin ia akan senang,’’
Aku
menuruti perintah kakak, kusenandungkan tilawatilku di depan makam bunda, mungkin
mimpi waktu itu adalah kebahagiaan bunda. Aku tertidur di pangkuan kakak, bermimpi.
“Syifa?’’
“Ya
bund,’’
“Bunda
bahagia...sangat-sangat bahagia, terima kasih,’’
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete