Blogger news

Wednesday 28 December 2016

CERPEN: “HARAPAN BUNDA”


Oleh Dedi Irawan Siswa MTs Wahid Hasyim Yogyakarta

Aku duduk melamun di pojokan asrama. Melihat kearah luar jendela. Daun jambu geguguran terkena tiupan angin sore. Angin sore yang mengisahkan ingatanku tentang masalaluku. Itu semua tentang bunda. Aku sekarang sedang mengingat sosoknya yang begitu perhatian denganku.
“Bunda, syifa sudah jadi seperti apa yang bunda inginkan! syifa sudah jadi hafidzoh bund! iya! syifa sudah jadi hafidzoh! ini akan jadi kado terindah buat bunda besok! syifa akan senandungkan tilawatil qur’an dihadapanmu bunda! syifa akan membuatmu bangga dengan senandungku itu! syifa akan turuti permintaan bunda! syifa akan menjadi orang yang baik!.selalu,’’.


Aku meneteskan air mata kebahagiaan. Air mata impian bunda. Terbayang dibenakku kenangan yang sangat aku benci. Tentang diriku yang waktu itu melawan apa yang diiginkan bunda. Waktu itu bunda berkata padaku. “Besok kamu harus jadi hafidzoh! harus mondok! harus jadi orang yang benar! nggak keluyuran terus!’’. Waktu itu entah berapa ribu setan yang merasuki tubuhku. Aku melawan bunda. “Nggak mau! syifa nggak mau mondok! syifa nggak mau pakai tutup kepala! syifa nggak mau jadi orang aneh seperti bunda! syifa nggak mau!’’. Bentakku waktu itu.
Bunda menangis didepanku, seraya berkata. “Ya Allah nak! Apakah pernah ibu mengajarimu  yang seperti itu! istigfar nak! istigfar! bunda hanya ingin kamu jadi orang yang benar! jadi hafidzoh! Itu saja!’’. Ia meninggalkanku waktu itu. Setelah kejadian itu, bunda lebih banyak diam dan menangis. Aku sungguh tak tega, aku menyerah. Aku mengikuti perintah bunda. Bunda memelukku dengan eratnya. Berbisik padaku.’’kabulkan harapan bunda ya nak,’’. Aku mengangguk.
Hari pertamaku sangatlah tidak mengasikan. Aku berada di kelas yang sangat tidak nyaman. Tiada ac ataupun kipas angin dan apalagi kerudung itu, serasaku ingin mencopotnya. Namun, seiring berjalanya waktu aku mulai mengerti. “Oh ini tho yang benar, ini tho yang salah,’’. Aku mengerti.
“Bunda nantikan syifa disana ya! Syifa akan membawa harapan bunda kembali!,” aku terbawa dalam lamunan-lamunan kecilku. “Ya Allah terima kasih atas semua yang engkau berikan syifa akan menjadi orang yang berguna! syifa janji!’’
Keesokan harinya aku sudah bersiap-siap. Semua barang-barangku sudah aku masukkan dalam koper warna pinkku. Aku berfoto sebagai kenanganku bersama sahabat-sahabatku dipondok,’’ asih, destina, dhevi, rahma, risa, aini, alfi, akyas, thalita, farah, semauanya selamat tinggal! moga bisa bertemu lagi!’’. Teriakku menyudahi hariku di pesantren.
“Kak, gimana kabar bunda?’’. Kakak terdiam, matanya terlihat berkaca. Entahlah, mungkin ia sedang sedih. Aku terdiam, hanya melihat kerumunan kendaraan disamping kaca mobilku. Aku terkantuk-kantuk, tertidur.
“Bunda?’’. Bunda menghampiriku dengan jubah yang sangat indah. Sangat-sangat indah. dia memelukku, berkata.’’Terima kasih ya nak, engkau telah mengabulkan harapan bunda, terima kasih, bunda bangga padamu, setelah ini bisa jadi ustadzah,’’. Bunda memelukku dengan sangat eratnya, apakah bunda sebahagia ini?’’
“Syif! bangun kita sudah sampai!’’. Ucap kakak menepuk pipiku.”Mimpi’’. Ucapku lirih.
“Kak?’’
“Iya,’’
“Kenapa kita kekuburan?’’
“Kakak mau ziarah,’’
Aku terheran-heran dengan apa yang terjadi. Setahuku tiada kerabat yang dikubur disini. Aku melangkah maju mengikuti kakak. Ia berhenti tepat di depan sebuah nisan. “Maafkan kakak,’’. Aku melihat nisan tersebut. “Siti Aiysah?’’. Mataku terbelalak, aku menangis. Deras air mata tak bisa dihindari.
“Bunda!’’ teriakku memeluk nisan tersebut. Aku tak tau dengan semua ini tapi, ini benar-benar nyata.
“Bunda! syifa kembali.. syifa sudah menjadi seperti apa yang bunda bilang! syifa sudah jadi hafidzoh bund! ini keinginan bundakan? namun, kenapa harus seperti ini!’’. Aku makin menangis, hati ini sakit sekali berat.”Bund, syifa sekarang sudah pakai hijab seperti bunda, sudah jadi anak  yang baik bund’’. Aku melirik kearah kakak.”kenapa kak! kenapa kakak tak beritahu syifa! kenapa? kenapa syifa tak boleh melihat wajah terakhir bunda?’’. Teriakku meninggi.
“Jawab aku kak! kenapa!’’
“Sebenarnya, bunda waktu itu terkena penyakit jantung kronis, disa..at terakhir bunda ia berkata pada kakak untuk tidak memberitahukan kepadamu syif! ia ingin kau fokus pada hafalanmu,’’
“Apa bunda lebih sayang kakak daripada syifa? iya...bunda lebih sayang kakakkan! setelah kejadian itu, bunda tak lagi perhatian dengan syifa! syifa dipondokkan sedangkan kakak tidak!’’
“Cukup! apa kau bilang! bunda hanya sayang kakak! itu salah! bunda itu lebih sayang kamu daripada kakak! semenjak kamu mondok, bunda selalu memandangi fotomu, murung, diem, kadang tak jarang ia menangis ketika membersihkan kamarmu! bahkan, bunda menyuruh kakak untuk memberikan kado spesial ketika kamu sudah jadi hafidzoh! dengan seperti itu, apakah bunda lebih sayang kakak? tidak!’’
Kakak memelukku. “Sudahlah dek, ikhlasin aja kepergian bunda,biar ia bisa tenang di alam sana, sekarang senandungkan bacaan al-quranmu di depan makam bunda ,mungkin ia akan senang,’’
Aku menuruti perintah kakak, kusenandungkan tilawatilku di depan makam bunda, mungkin mimpi waktu itu adalah kebahagiaan bunda. Aku tertidur di pangkuan kakak, bermimpi.
“Syifa?’’
“Ya bund,’’
“Bunda bahagia...sangat-sangat bahagia, terima kasih,’’
Aku tersenyum indah dan bahagia.

Dedi Irawan
Unduh type doc di sini :)

1 comments: