Blogger news

Wednesday 19 July 2017

Kumpulan Tulisan Aini Ruhayati



الَّلهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا وأَكْرِمْ نُزُوْلَهَا وَوَسِّعْ مَدْخَلَهَا وَاغْسِلْهَا بِمَاءٍ وثَلْجٍ وَبَرَدٍ وَنَقِّهَا مِنَ اْلخَطَايَا كَمَا يُنَقَى الثَوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ وأَبْدِلْهَا دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا وأََهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهَا وَزَوْجًا خَيْراً مِنْ زَوْجِهَا وَقِهِهَا فِتْنَةَ القَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ

"Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburannya, cucilah kesalahannya dengan air, es dan embun  sebagaimana mencuci pakaian putih dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, gantilah suaminya dengan suami yang lebih baik, hindarkanlah dari fitnah kubur dan siksa neraka."

(22 Juni 1997 - 19 Juli 2017)

1. Perempuan dan Pendidikan

Tak sedikit masyarakat berangapan bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi jika pada akhirnya mereka hanya bertugas  “macak, masak, manak (memasak, berdandan, melahirkan). Namun pendapat tersebut seakan terbantahkan oleh pendapat Dian Sastrowardoyo “ Entah menjadi wanita karir atau ingin menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga, setiap wanita harus berpendidikan tinggi. Karena mereka menjadi seorang ibu. Dan seorang ibu yang cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas

Dan pendapat Dian Sastrowardoyo diperkuat oleh Penelitian yang dilakukan oleh Psychology Spot ini, mengatakan bahwa tiap gen dalam tubuh manusia memiliki sumber yang berbeda. Dan untuk gen kecerdasan, ditemukan berasal dari ibu.
Selain itu penelitian dari The Medical Research Council Sosial dan Public Health Sciences Unit di Amerika Serikat Penelitian ini mewawancara 12.686 anak dengan rentang usia 14 hingga 22 tahun. Pertanyaan fokus pada IQ, edukasi dan status ekonomi. Dan hasilnya, faktor kecerdasan anak bergantung pada besar IQ ibunya.
Berdasarkan riset di atas dan pendapat Sastrowardoyo penulis mengubah 3M yang menurut pandangan masyarakat itu macak, masak, dan manak menjadi “3 M” Maintance, Manajer, Marketing.
 Maintance, perempuan mempunyai tugas menjaga kestabilan dan keutuhan keluarga. Manager, perempuan  mengatur keseharian keluarga dan mengatur jadwal anak dan suami agar selalu sukses dalam segala bidang. Marketing, perempuan  pandai mengelola pembelanjaan rumah tangga, perempuan harus mempunyai strategi dalam pengeluaran keluarga, menyiapkan pengeluaran tidak terduga bahkan memiliki skala prioritas dalam membelanjakan kebutuhan keluarga. Agar tidak pernah terjadi yang namanya besar pasak daripada tiang.
Dalam kehidupan ini, perempuan sebenarnya memegang peran yang cukup besar. Namun, peran tersebut bersifat abstrak. Sebagaimana sang pelatih yang mengatur para pemainnya, tidak terlihat dengan jelas tetapi mempunyai pengaruh yang besar dalam keberhasilan pemain. Perempuan mempunyai peran yang sangat besar dalam mencetak generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak. Bahkan mempunyai peran yang sangat signifikan dalam kemajuan suatu bangsa. 



2. Indonesia Emas dengan Pendidikan
 
Dewasa ini, berbagai kasus kejahatan terjadi di Indonesia, mulai dari tindak asusila, pembunuhan, kasus narkoba, dan korupsi yang melibatkan orang-orang ternama dan berpendidikan.bahkan,secara faktual, di tingkat regional Asia dan Asia Pasifik, Indonesia selalu menduduki peringkat teratas sebagai negara paling korup. Sebagaimana yang dicatat Political and Economy Risk Consultancy (PERC) –sebuah lembaga konsultan independen yang berbasis di Hongkong menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia berturut-turut selama sepuluh tahun terakhir. Data PERC menyebutkan, sejak 1997 sampai 2011, tingkat korupsi di Indonesia tidak mengalami perbaikan signifikan. Sementara indeks korupsi versi Transparency International (TI) menempatkan Indonesia di posisi ketujuh terkorup dari 102 negara. Pada tahun 2004, Indonesia menjadi negara paling korup nomor 5 di dunia dan menjadi negara paling korup nomor satu di Asia Tenggara.
Potret bangsa yang seperti dikemukakan di atas tentu telah mencoreng nama Indonesia di kancah dunia. Korupsi seakan telah menjadi bagian dari identitas bangsa yang telah rusak. Bahkan korupsi ini acap kali melibatkan orang ternama dan terpelajar. Berikut tabel tingkat berdasarkan pelaku perkara:
Sebagaimana yang dikatakan Berlin Nainggolan bahwa korupsi sudah menjadi budaya dan merupakan stigma yang sulit untuk dilakukan. Wajah kelam bangsa ini harus segera diatasi mengingat identitas bangsa yang menjadi taruhannya.
Dari kasus diatas, ada pertanyaan mendasar yang muncul. Apa yang salah dengan system Indonesia? Rupanya korupsi berawal dari hal – hal kecil yang tidak kita sadari. Namun hal ini sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Diantaranya pungli, kecurangan dalam ujian dan longgar dalam disiplin belajar.
 Pungutan liar (pungli)merupakan permasalahan serius bahkan presiden sudah melaksanakan berbagai upaya untuk memberantasnya Upaya pemberantasan berbagai pungutan liar (Pungli) sedang gencar dilakukan pemerintah. Pemerintah telah membentuk satgas sapu bersih (saber) terkait pungli yang diketuai langsung oleh Menko Polhukam, Wiranto. Selain itu presiden Jokowi juga mengajak seluruh gubenur untuk komitmen memberantas pungli.
Keberadaan pungli memang sudah akut. Hampir di semua sektor dan lini kehidupan kita ada, termasuk dalam dunia pendidikan. Secara faktual,  Walikota Bandung, Ridwan Kamil memberhentikan sembilan kepala sekolah di Bandung karena terindikasi pungutan liar (pungli) dan gratifikasi. Terkait hal tersebut, Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto mengungkapkan di tahun 2016, laporan yang masuk mengenai pungli terbanyak dari sektor pendidikan. Bukankah  Sekolah itu sejatinya lembaga pendidikan yang mengajarkan kejujuran? Namun mengapa masih banyak pungli di sektor pendidikan? Ini merupakan pertanyaan yang sangat mengelisahkan. Banyak orang berpendidikan yang terlibat kasus pungutan liar.
             Bagaimana pungutan di sekolah itu terkategorikan liar? Guna memahami hal tersebut, coba perhatikan pengertian pungutan dalam pendidikan. Menurut Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar Pasal 1, pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Jika pungutan di sekolah menyalahi ketentuan yang ada di Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar Pasal 1. Maka dipastikan sekolah tersebut melakukan punggutan liar. Dan siapapun pihak yang mengetahui tersebut wajib melaporkan kepada pihak yang berwajib.
                  Modus dilakukan oleh para oknum guru dan oknum Pejabat di sekolah antara lain adalah;
·         Ketika PPDB, sekolah  meminta biaya tes, pembelian formulir dan lainnya.
·         Sekolah meminta dana sebagai syarat  lulus tes (membeli kursi).
·         Penambahan atau perbaikan fasilitas sekolah, buku-buku, seragam sekolah, bahkan untuk kegiatan yang diselenggarakan untuk menyambut siswa baru dan lain-lain.
·         Memungut biaya untuk fasilitas kelengkapan kelas.
·         Memungut  dana dari  siswa sebagai biaya les tambahan di luar jam belajar.    
·         Pada saat sekolah melaksanakan akreditasi, seringkali assesor meminta lebih dari haknya, sekolah seperti tidak bisa menolak karena hubungannya dengan nilai akreditasi yang akan mereka dapatkan. Pertanyaan assesor di luar pertanyaan yang seharusnya, seringkali dijadikan alat untuk memberi tekanan kepada pihak sekolah untuk memberikan “sesuatu” di luar ketentuan.
·         Penyunatan dana BOS
Miris melihat kenyataan  pendidikan di Indonesia ini, dimana pungli sudah merajalela dan korup menjadi budaya, menyunat anggaran menjadi biasa. Dari beberapa kasus pungli di atas dapat penulis simpulkan, bahwa pungutan liar ini dari hulu ke hilir, dari pemerintah pusat sampai ke lembaga pendidikan, seperti sudah biasa di dunia pendidikan yang  notabene tempat lahirnya generasi unggulan bangsa, dimana  karakter bangsa ditempa.
Selain pungli,ternyata ketidakdisiplinan dalam ujian adalah salah satu penyebab kerusakan suatu bangsa. Terdapat kata bijak terpampang di pintu gerbang salah satu universitas Afrika Selatan yaitu,” untuk menghancurkan suatu bangsa tidak perlu dengan bom roket, dan senjata berat, tapi cukup mempermudah murid dalam ujian dan longgar dalam ujian dan longgar dalam disiplin belajar.
Suatu kasus yang pantas jadi renungan kita semua diantaranya;
1.      Orang akan banyak yang mati ditanggan para dokter yang lulus karena kecurangan.
2.      Rumah dan gedung banyak yang ambruk ditangan para arsitek yang lulus karena curang.
3.      Perusahan akan banyak bangkrut ditanggan para akuntan yang lulus karena curang.
4.      Keadilan akan hilang ditangan hakim yang lulus karena curang
5.      Kebodohan dan kekerasan akan menjadi karakter anak bangsa di tangan para guru dan pendidik yang lulus karena curang.
Dari kasus diatas dapat kita simpulkan bahwa kemunduran dalam pendidikan adalah kehancuran suatu bangsa.
Hal mendasar dari berbagai kasus ini adalah rusaknya moral orang-orang yang berpendidikan tinggi. Oleh karena itulah, pola pendidikan yang menekankan perbaikan moral sangat perlu untuk diimplementasikan. Pendidikan karakter  dan pendidikan anti korupsi adalah  solusi yang cocok untuk permasalahan ini, dengan catatan bahwa pengimplementasiannya dilakukan secara maksimal.
Coba kita perhatikan kembali pengertian pendidikan yang telah disebutkan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan merupakan suatu proses dalam menemukan transformasi baik dalam diri maupun komunitas. Oleh karena itu, proses pendidikan yang benar adalah membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, intimidasi, dan ekploitasi.
Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih daripada itu, yaitu mentransfer nilai (transfer of value). Pendidikan yang menjadi cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah membentuk anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin. Luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya.
2Karakter menurut Kemendiknas adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai cara pandang, bersikap, dan bertindak. Menurut Thomas Lickona, karakter adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami tersebut diimplementasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, adil, menghormati orang lain, disiplin, dan karakter luhur lainnya. Karakter yang baik adalah karakter yang berkaitan dengan mengetahui yang baik (knowing the good), mencintai yang baik ( loving the good), dan melakukan yang baik (acting the good). Ketiga hal ini saling berkaitan.
Dari beberapa paparan tentang pemaparan pengertian tentang pendidikan dan karakter dapat dilihat bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, di mana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Adapun nilai-nilai yang perlu dihayati dan diamalkan oleh guru saat mengajarkan mata pelajaran di sekolah adalah religious, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggungjawab.
            Pembangunan karakter merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti “disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa. Pendidikan karakter hadir sebagai solusi problem moralitas dan karakter suatu bangsa. Meskipun bukan suatu hal yang baru, tetapi hal ini cukup menjadi greget dalam dunia pendidikan yang ditujukan untuk membenahi moralitas generasi muda.
            Setelah generasi muda memiliki karakter yang baik, perlu di terapkan pendidikan anti korupsi. Pendidikan anti korupsi merupakan tidakan untuk mengendalikan dan mengurangu korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi akan mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk korupsi( Sumarti,2007). Mentalitas anti koupsi ini akan terwujud jika setiap seorang sadar membina kemampuan generasi mendatang pu untuk mampu mengeidentifikasi berbagai kelemahan dari sistem nilai warisan dengan situasi – situasi yang baru.
            Abdur Rafi merumuskan 3 pendekatan yang dapat dilakukan untuk pendidikan anti korupsi, yaitu :
Pendekatan rasionalistik adalah pendekatan yang menanamkan pola pikir bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merusak  dan menghacurkan diri, lingkungan, dan negara. Dengan pendekatan ini akan tertanam pada individu bahwa korupsi merupakan perbuatan yang harus dihindari dalam dirinya.
Pendekatan spritualistik adalah pendekatan yang menanamkan rasa takut kepada Tuhan dan azab-Nya. Ia tidak mau tidak mau melakukan korupsi karena keberadaan Tuhan yang selalu mengawasi dimanapun ia berada.
Pendekatan kombinasi antara rasionalistik dan spritualistik
Pendekatan pengabungan anatara rasionalistik dan spritualistik. Pendekatan kombinasi ini akan paham rasional dalam diri generasi bangsa tentang efek buruk korupsi, juga menanakan konsep spritual tentang bagaimana hukuman Tuhan terhadap koruptor dizaman akhir.
Setalah adanya pendidikan karakter dan pendidikan anti korupsi. Sangat penting adanya keteladanan yang ditampilkan oleh para pendidik. Mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakan, sama halnya dengan mencampur madu dan racun, yakni sebuah kontradiktif dalam ruang dan waktu yang sama. Peserta didik membutuhkan figur-figur sebagai teladan. Karenanya, orang tua, guru, kepala sekolah, para pejabat, juga masyarakat luas sepantasnya menampilkan keteladanan yang baik. Anak-anak kita akan mudah menirukan setiap apa yang dilihatnya.
Dengan adanya pendidikan karakter, pendidikan anti korupsi, keteladanan, dan pembiasaan. Baik para pejabat, para pendidik, para generasi memiliki karakter yang bagus untuk menjadikan Indonesia sejahtera dan maju.

 3. Buah Lokal Lebih Baik

 

Negara Indonesia memiliki tanah  sangat subur, iklim tropis, sinar matahari yang baik. Seluruh aspek tersebut sangat mendukung untuk produksi buah yang lebih maksimal. Namun mengapa masih impor? Ini merupakan pertanyaan yang sangat mengelisahkan. Banyak buah impor masuk ke tahan air dan masyarakatpun cendurung lebih menyukai buah impor daripada buah local.
Faktanya, berdasarkan data Kementan, impor buah apel segar mencapai 76.733.988 kilogram hingga September 2016. Hal ini menunjukkan rendahnya eksistensi buah lokal terkisis buah impor. Dalam ketahanan buah lokal, pengoptimalan aspek trigatra sangat penting diantaranya, geografi, kependudukan, dan sumber daya alamnya.
Pertama, aspek Geografis, aspek ini berkaitan dengan pesentase lahan yang alih fungsi menjadi lahan industri, dan untuk mensiasatinya dengan fokus mengembangkan kebun – kebun buah di daerah yang memiliki potensi dan juga menggalakan program holtikutura.
Kedua, aspek Kependudukan ( Sumber Daya Manusia) sebagian besar taraf pendidikan petani lokal masih rendah untuk itu perlu diadakan penyuluhan mengenai pengolahan yang baik dari prapanen sampai pascapanen.
Ketiga,tidak hanya sumber daya alam saja yang melimpah, Indonesia harus mampu mengoptimalkan penggolahan sumber daya alam yang baik. Untuk mempertahankan eksistensi buah lokal dari ancaman buah impor.
Sudah saatnya kita lebih menyukai buah lokal untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Bahkan menjadi salah satu negara utama pengekspor buah di dunia, seperti harapan presiden Joko Widodo.






0 comments:

Post a Comment